tak ingin berkhianat, Rp. 475 M pun di tolak [about Andrew Darwis]











Menurut data Alexa (The web information company) terbaru, Kaskus yang merupakan portal berita dan forum komunikasi itu menempati urutan enam dari daftar Top 100 Sites in Indonesia.
 

Kaskus ada di bawah deretan dominasi portal asing, yaitu facebook.com, google.co.id, google.com, yahoo.com, dan blogger.com. “Maka kaskus adalah situs Indonesia nomor satu,” ujar Andrew Darwis, founder sekaligus Chief Technical Officer (CTO) Kaskus Networks kepada INDOPOS (JPNN Grup).
 


Maka, tidak heran juga jika keberadaannya mulai dilirik para investor. Kaskus saat ini mendapat ‘serangan’ pemodal yang berminat berbisnis di sektor dunia maya. Sementara ini, penawar tertinggi adalah senilai USD 50 juta.
 

Tentu saja Andrew belum rela melepasnya dengan keyakinan bahwa setelah mendapat polesan lebih indah lagi dalam jangka waktu satu tahun setidaknya sudah bernilai ganda. “Tapi sebenarnya kemarin kalau ada yang berani USD 60 juta saja saya lepas,” kata pria kelahiran 20 Juli 1979 itu.
 

Andrew memiliki dana investasi untuk dialirkan di nadi perusahaan Kaskus dari hasil kerja di Amerika Serikat. Hampir 10 tahun pria yang biasa berinternet lebih dari delapan jam dalam sehari itu tinggal di Negeri Paman Sam.
 

Sebelum ke AS, dia sebetulnya sudah merasakan gajian dengan kerja paruh waktu di perusahaan Web Design di Jakarta. Ada dua perusahaan yang menggunakan jasanya, yaitu kemana.com dan indotradezone.com. Saat itu pada 1998, gajinya Rp 500 ribu, sehingga bisa membantu biaya kuliahnya di Jurusan Manajemen Informasi, Universitas Bina Nusantara.
 


Pada awal 1999, Andrew merasa butuh sekolah yang lebih fokus lagi, terutama yang bisa mendalami ilmu membuat website. “Tapi nggak ketemu di Indonesia. Sampai akhirnya teman yang sudah sekolah di Amerika kasih tahu bahwa ada di Seattle. Ya sudah saya keluar dari kampus di Jakarta, berangkat ke sana,” ulasnya.
 

Sambil kuliah untuk mendapat gelar sarjana di Art Institute of Seattle itu Andrew dipekerjakan di bagian perpustakaan kampus dan laboratorium komputer. “Tapi kerjanya nggak teknis komputer. Malah lebih ke beres-beres komputer, isi tinta dan kertas printer, ya begitu begitu saja,” ungkap pria yang matanya minus 1,5 itu.
 

Begitu kuliah selesai, Andrew mendapat pekerjaan di kota yang sama di perusahaan web design Thor Loki selama tiga tahun dengan gaji per bulan USD 1500. “Gajinya sebetulnya kecil. Karena standar gaji web design di sana itu minimal USD 3000. Tapi berhubung cari kerja susah ya saya ambil,” ujarnya.
 

Sambil bekerja, Andrew melanjutkan kuliah S2 di Seattle University Jurusan Computer Science. Setelah lulus, dia pindah kerja dengan membangun portal musik, lyrics.com. Otaknya hanya berdua, dia dan bosnya keturunan Vietnam yang sudah menjadi warga AS. “Di sini gajinya jauh lebih besar,” akunya.
 

Di tengah kesibukan bekerja dan menyelesaikan sekolah itu, Andrew tidak pernah lupa untuk tetap mengembangkan Kaskus sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya pada 2008, dia merasa harus pulang dan fokus di Kaskus. “Sebenarnya saat itu kalau mau tinggal di Amerika sudah enak. Sudah punya pekerjaan. Walaupun gaji tidak besar, tapi cukup untuk kredit rumah dan mobil,” ulasnya.
 

Keyakinan bahwa Kaskus akan besar yang membuat Andrew akhirnya pulang juga. Terlebih dia juga diyakinkan oleh Ken dan Danny bahwa membernya di Indonesia terus meningkat.
 

Belum Pernah Pacaran, Lebih Fokus Komputer
 

KUNCI keberhasilan Andrew Darwis adalah fokus, giat, dan sungguh-sungguh bekerja. Betapa tidak, selama 10 tahun di Amerika Serikat (AS), dia hanya bergaul dengan bidang komputer dan internet tanpa pernah pacaran.
 

Menurut Andrew, ada untungnya juga kuliah di Seattle. Kota itu lebih sering mendung dan hujan, sehingga membuat banyak orang, terutama dirinya menghabiskan banyak waktu di dalam ruangan. Karena itu, Andrew manfaatkan untuk melampiaskan hobinya bermain komputer.
 

Selain itu, kata Andrew, Seattle juga tidak sedinamis seperti di Los Angeles (LA). Beberapa temannya di LA sering mengabarkan, bahwa tidak jarang waktu luang dihabiskan ke tempat hiburan. “Sedangkan di Seattle itu jarang ada klab atau tempat hiburan seperti di LA,” ungkapnya.
 

Jarang bersosialisasi di luar konteks belajar dan bekerja membuat tipis peluang Andrew mendapatkan kekasih. Dia mengaku belum pernah sekalipun jatuh cinta kepada perempuan selama di sana. “Teman ya ada. Tapi perempuan bule itu biasanya tidak tertarik dengan cowok Asia. Kalau cowok bule ke cewek Asia masih mungkin,” ujarnya.
 

Setiap ada waktu luang, Andrew lebih sering menghabiskan di tempat tinggalnya dengan menonton, bercerita dengan teman, atau bermain komputer lag. “Kebetulan tempat saya itu strategis, dekat ke kampus juga. Letaknya di tengah- tengah. Jadi teman-teman Indonesia yang ada di sana pasti nongkrong di tempat saya,” terangnya.
 

Andrew mengaku orang tuanya saat ini mulai sering bertanya dan mengingatkan agar tidak terlalu lama melajang. “Iya juga sih tapi calonnya belum ada,” katanya.
 

Sementara itu, Andrew sedang semangat berbicara kepada banyak orang terutama kalangan IT agar membuat terobosan baru di internet. Menurutnya, peluang berbisnis di dunia maya masih terbuka lebar. “Kalau bisa orang Indonesia itu hanya buka website lokal saja, jangan facebook terus,” pungkasya
 
Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Jatisaba Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger